Sanggupkah Dinamit Meledakkan Kincir Angin?

Sabtu, 09 Juni 2012
oleh: Willy Kumurur

TRIBUN-TIMUR.COM--Sang nasiblah yang telah “mencampakkan” Denmark ke dalam “neraka”, karena di Grup B pentas Euro 2012, tim dinamit itu berada dalam satu kubangan dengan Der Panzer Jerman, Flying Dutchman Belanda dan Brasil Eropa – Portugal.

Gemetar ketakutankah tim negeri Skandinavia? Tidak. Mereka memiliki sejarah manis di kancah pertarungan bola Benua Biru. Tahun 1992 mereka sebenarnya tidak lolos ke kompetisi bergengsi antar negara-negara Eropa itu. Namun, sang nasiblah yang menuntun mereka untuk masuk menggantikan Yugoslavia yang ketika itu sedang dilanda perang saudara.

Di semifinal mereka menyingkirkan juara bertahan Tim Oranye Belanda dalam adu penalti dan melenggang ke final menantang tim spesialis turnamen, Jerman. Puncaknya adalah dinamit “meledakkan” Der Panzer hingga luluh lantak lewat dua gol dari John Jensen dan Kim Vilfort dan memastikan kemenangan 2-0 atas juara dunia 1990 itu, dan menggenggam piala Eropa 1992.

Bermodalkan sejarah indah itulah, Nicklas Bendtner dan rekan-rekannya memasuki gelanggang Euro 2012 dengan kepala tegak. Tengah malam nanti, di Metalist Stadium, Kharkiv, mereka akan memainkan laga melawan tim negeri Kincir Angin Belanda yang datang ke Polandia-Ukraina dengan tim impian (The Dream Team).

Ben van Marvijk tengah berbunga-bunga karena membawa tim Kincir Angin yang siap “meniupkan angin kencang” memporak-prandakan lawan-lawannya. Belanda datang dengan tim bertabur bintang: Robin van Persie, Wesley Sneijder, Klass Jan-Huntelaar, Arjen Robben, Rafael van der Vaart, Mark van Bomel, dan banyak bintang lainnya.

Penampilan tim Oranye ini tak hanya menjanjikan kemenangan, namun sepakbola menyerang yang menambah keindahan permainan mereka.
Belanda tak pernah mau mengkhianati postulat dan thesis permainan mereka yaitu total football.

Mereka menyerang bagai angin puting beliung dan memainkan pertahanan rapi seperti benteng untuk meredam serangan lawan. Total football memberi konsekuensi dan akibat yang dinanti dan dirindukan penggemarnya yaitu sepakbola indah.

Jika harus menang, maka kemenangan itu harus indah. Lapangan hijau adalah kertas tempat mereka menuliskan puisi dan prosa lirik, sekaligus mempresentasikan konser musik klasik dan jazz di bawah pimpinan dirigen yang berdiri di pinggir lapangan: Ben van Marvijk.

Di Euro 2008, Tim Bunga Tulip di bawah komando panglimanya waktu itu, Marco van Basten, tampil memukau sekaligus mengerikan. Perancis dihajar tanpa ampun 4-1, Italia rontok 4-0, namun akhirnya bertekuk-lutut di bawah kaki Andrei Arshavin dan kawan-kawan, negeri Beruang Merah Rusia.

Mereka terlalu asyik menyerang dan menjadi pongah, dan kepongahannyalah yang membawa mereka harus pulang lebih awal dan membuat publik Belanda dan fansnya sedih dan kecewa.

Dengan materi tim yang luar biasa ini, Tim Negeri Kincir Angin ini amat difavoritkan. “Sekaranglah saatnya bagi Belanda,” ujar Arjen Robben, striker Bayern Muenchen. Lalu, dengan tim yang hebat ini, siapakah yang sanggup mengalahkan mereka? Jawablah adalah: Belanda. Tim Oranye seringkali takluk oleh mereka sendiri.

Kata penulis buku Guy Finley dalam bukunya yang mashyur, The Intimate Enemy: “Musuh paling akrab adalah diri sendiri.” Karena itu, sekalipun Johan Cruyff mengatakan bahwa yang paling berbahaya di Euro 2008 adalah Tim Panser Jerman, namun tiga kali runner up Piala Dunia ini selalu kandas oleh kecerobohan mereka sendiri. Ini amat dipahami oleh Tobias P. Mikkelsen dan rekan-rekannya.

Jika Belanda diprediksi oleh banyak kalangan akan dengan mudah “meniup” Denmark di penyisihan grup maut itu; tim Denmark tidak gentar dan siap untuk meledakkan dinamitnya di “neraka” sekaligus menghalau Kincir Angin itu. Maka, bersiap-siaplah menantikan dan menyaksikan drama yang mungkin terjadi.***

Sumber : makassar.tribunnews.com
 

Berbagi itu Indah Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger